Ditolak, Penolakan membuat kita semakin sakti

foto : bisnis.liputan6.com

Ditolak itu hal biasa.

Saya penulis, misalnya, naskah saya ditolak penerbit adalah hal biasa. Berkali-kali ditolaknya malah, tetap tidak masalah. Namanya juga penerbit, mereka berhak menolak atau menerima sebuah naskah sesuai kriterianya masing-masing.

Juga dalam kasus lain, ditolak adalah keniscayaan. Mau masuk sebuah universitas idaman. Sudah berjuang habis-habisan, sudah belajar, ikut tes ini, tes itu, eh ternyata ditolak, tidak ada nama kita dalam daftar calon mahasiswa. Lebih sakit lagi saat tahu teman-teman sekolah malah diterima, fakultasnya yang paling top pula. Tapi mau apa? Itu hak sepenuhnya panitia seleksi mahasiswa baru universitas tersebut. 

Pekerjaan, contoh lainnya. Jutaan, bahkan milyaran kasus penolakan dalam dunia pekerjaan. Lamaran tidak lengkap, skill tidak cocok, pengalaman kerja tidak memadai, gagal dalam tes tertentu. Saya dulu, lulus dari kuliah, berkali-kali ditolak perusahaan, padahal sudah PD sekali dengan daftar nilai-nilai. Tapi itu ternyata tidak cukup. Tambah nyesek, saat lihat teman malah diterima di perusahaan top di Singapura, bahkan ada yang Amerika pula. Nasib. Mereka sudah keren betul bolak-balik Jakarta ke LN, kita masih sibuk naik metromini pindah-pindah kantor nyari pekerjaan.

Semua orang pasti pernah mengalami penolakan. Mulai dari level rendah, hingga penolakan level maksimal. Mau ikut ditraktir teman, eh nggak diajak ternyata. Ini jelas penolakan. Mau nebeng pulang, eh ditinggal. Ini juga penolakan level rendah. Atau naksir seseorang, dilamarlah, ditolak mentah2. Nah, yang ini masuk level berat.

Apakah jika kita sudah tiba di level tertentu, penolakan akan berkurang? Tidak juga. Penulis seperti saya misalnya, apakah saya masih mengalami penolakan? Masih. Ribuan pembaca di page ini berebut usul kotanya sebagai tempat rilis novel “Tentang Kamu”, juga toko-toko buku lain, mereka pengin jadi tempat novel itu dirilis. Panjang daftarnya. Tapi tidak bagi Gramedia Matraman Jakarta, mereka menolak novel tersebut rilis di toko mereka. Tuh kan, masih ditolak loh. Dan itu sah-sah saja. Lumrah. Boleh jadi mereka sudah punya skedul lain, boleh jadi mereka sedang sibuk stock opname, boleh jadi mereka bosan ngelihat Tere Liye di tokonya, dll, dll.

Semua orang pasti pernah mengalami penolakan. Ada yang malah itulah pekerjaannya. Coba tanya sama sales kartu kredit atau asuransi atau member hotel, dll yang suka nelepon2 itu. “Pak, Bu, kami ada tawaran menarik.” Tidak terima kasih. Besok2, mereka masih nelepon lagi, “Pak, Bu, kami ada penawaran spesial.” Tidak terima kasih. Bayangin perasaan staf yang nelepon ini, sudah ditolak, sering dimarahin pula, dimaki-maki sama yang menolaknya. Itulah pekerjaannya: penolakan.

Dengan semua keniscayaan itu, dek, maka satu-satunya cara menghadapi penolakan adalah penerimaan. Eh? Iya betulan, penerimaan. Diterima saja penolakan2 tersebut, karena mau bagaimana lagi? Nah, setelah berlapang dada, mari kita serius menyusun strategi dan rencana baru. Ditolak masuk kerja, pelajari kenapa kita sampai ditolak? Ditolak masuk sebuah kampus/sekolah, mulai mikir dan bercermin, jangan2 karena nilai kita jelek, pas tes, jangankan memadai, nilainya jelek sekali. Bikin tulisan, kirim ke penerbit, ditolak, pelajari kenapa sampai ditolak. Bila perlu tulis besar2 di dinding kamar: hari ini tulisan sy ditolak, besok2, tiba giliran mereka yang “ngemis” naskah ke saya. Lantas, kongkretkan semuanya. Kerja keras, tahan banting. Tambahkan bumbu terakhir: senantiasa berdoa. Wah, anak muda yang macam ini, kualitasnya top sekali. Penolakan hanya membuatnya semakin sakti.

Orang2 yang kita lihat sukses hari ini, orang2 yang kita lihat keren, mereka semua pasti pernah mengalami penolakan. Tidak ada jalan instan menggapai sesuatu yang berharga. Kita harus melewati jatuh-bangun, pun saat tiba di tujuan, ternyata itu bukan akhirnya, itu justeru awal dari petualangan berikutnya yang lebih seru.

Terakhir, saya tahu beberapa diantara kalian akan nyeletuk, “Kalau ditolak cinta bagaimana, Bang?” Jawabannya sederhana: dek, di luar sana ada 7 milyar penduduk bumi. Kesempatan ada di mana-mana. Malah bagus, kalau ditolak sekarang, lebih baik fokus sekolah, kerja. Boleh jadi, besok-besok, telah menunggu jodoh kalian yang ganteng-nya macam Song Joong Ki atau Brad Pitt, di luar negeri sana. Dia menunggu di momen yang tepat, tempat yang tepat. Terjadilah. Coba kalau sekarang diterima, malah pengin sekali diterima, malah dapatnya cuma segitu-gitu saja. Masuk akal, tidak?
SHARE

Author

Hi, Saya galihakmal, salah satu penggemar dan penikmat karya-karya Bang Tere. ' Bagi Teman-teman yang tidak terbiasa berfacebook ria, saya sudah buatkan blog yang tulisannya dikutip dari karya Bang Tere yang diposting melalui akun Facebooknya.

  • Image
  • Image
  • Image
  • Image
  • Image
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 comments:

Post a Comment