Catatan Belajar Kalah

Generasi milenial harus belajar sikap ini: menerima kekalahan. 

Catatan Belajar Kalah by tere liye


1. Kalah adalah kalah
Hal menyakitkan dari kalah itu adalah, realitas tersebut nyata di depan kita. Nyata sekali. Sementara kita berusaha mati-matian menolaknya. Maka ketahuilah, kalah adalah kalah. Tapi, tapi, tapi lawan curang, tapi kami belum siap, tapi ini, tapi itu. Tetap saja kalah adalah kalah. Itu betul, ada saja pertandingan yang berjalan curang, tapi jika kita memang cukup hebat, kita tetap bisa menang dalam kompetisi securang apapun. Nyatanya tidak, kita telah kalah--dan boleh jadi kompetisinya memang sudah fair. Kata kunci belajar menerima kekalahan adalah menyadari bahwa mau bagaimanapun: kalah adalah kalah. 

2. Berhenti mencari kambing hitam
Berhentilah mencari kambing hitam saat kita kalah. Jangan menyalahkan tiang gawang, rumput, apalagi favorit banyak orang: wasit--pengandaian sepakbola ini juga berlaku dalam situasi lain. Mulailah bercermin. Bahwa jika kita kalah, itulah momen terbaik untuk melihat ulang seluruh asumsi yang kita punya. Bahwa jika kita kalah, sebenarnya boleh jadi kita memang belum pantas untuk menang. Lihatlah ke dalam, bukan lihat ke samping, atas, bawah, kiri, kanan, depan, belakang, mencari kambing hitam.

3. Ucapkan selamat kepada pemenang
Reflek pertama, agar kekalahan itu tidak terlanjur menyakitkan adalah: ucapkan selamat kepada yang menang. Sungguh, itu tips yang amat manjur. Ucapkan selamat dengan sungguh-sungguh dan tulus. Bukan cuma manis di mulut, pahit di hati. Kalau begini, wah, tambah menyakitkan. Apalagi cuma kosmetik, topeng palsu. Di depan bilang selamat kepada pemenang, di belakang ngedumel, tingkah kita sebaliknya. Dijamin, situasi kekalahan kita semakin tak terbilang sakit rasanya. Dan pastikan kita memang bersedia mensupport yang menang besok-lusa.

4. Boleh bersedih hati, tapi jangan merusak
Boleh saja menunjukkan suasana sedih hati karena kekalahan. Menangis. Itu manusiawi. Kecewa. Itu juga lumrah. Tapi jangan merusak. Mukulin wasit, itu jelas merusak. Memfitnah, menjelek jelekankan, kata-kata buruk, kalimat-kalimat jahat, itu juga merusak. Boleh bersedih hati, tapi jangan sampai kekalahan itu merusak diri kita sendiri, pun tidak merusak/mengganggu/menyakiti orang lain.

5. Belajarlah dari musuh kita
Kenapa orang lain menang? Belajarlah dari dia. Mampu menilai musuh kita dengan obyektif adalah cara terbaik untuk menerima kekalahan--sekaligus bersiap dalam kompetisi berikutnya. Kenapa dia menang? Kok bisa sih dia menang? Kok dia bisa begitu hebatnya sih?
Pikirkan dengan kepala jernih, hati yang lapang, kita boleh jadi akan belajar banyak sekali. Dulu, orang tua sering menasihati: Nak, carilah lawan yang hebat. Itu sungguh nasihat yang keren sekali. Kenapa kita disuruh cari lawan yang hebat? Biar kita juga ikut jadi hebat. Malang sekali menyaksikan kita yang kalah, dan kita tetap tidak mampu melihat kenapa musuh kita menang. Kita hanya sibuk dengan tapi, tapi dan tapi. 

6. Kalah itu bukan kiamat
Ketahuilah, selalu ada kesempatan berikutnya dalam hidup ini. Hari ini, saat kita kalah, bukan berarti Tuhan tidak sayang sama kita, boleh jadi, Tuhan sedang menyiapkan yang terbaik esok-lusa. Berhentilah over lebay, kemana-mana komentar kita, kemana-mana. Kalah itu bukan kiamat. Perjalanan hidup kita masih panjang.

7. Move on
Ayo, beranjaklah maju. Gara-gara semalam tim kesayangan kalah, mungkin sepanjang pagi perasaan jadi muram sekali. Tapi waktu terus bergerak. Pekerjaan telah menunggu. Tugas-tugas kita telah menanti. Mungkin satu-dua hari terasa sesak masih wajar. Atau mungkin, jika itu kekalahan yang super menyakitkan, terasa satu-dua minggu. Satu-dua bulan. Tapi lewat dari itu, sudah tidak sehat lagi, Kawan. Jangan sampai, semangat hidup kita jadi hilang gara-gara kekalahan. Kan tidak asyik, rambut jadi beruban, wajah mendadak lebih cepat keriput. 

8. Ingatlah saat kita kalah dulu
Terakhir, kenapa kita harus belajar menerima kekalahan? Simpel: agar besok lusa, saat kita akhirnya ditakdirkan menang, kita bisa tahu persis bagaimana rasanya kalah dulu. Maka semoga dengan begitu, kita bisa senantiasa respek dengan banyak hal, termasuk respek kepada lawan kita yang kalah. Jika kita pernah tahu rasanya kalah, besok saat menang, kita bisa menjadi seseorang yang dewasa.
Belajarlah menerima kekalahan. Kongkret. Dilakukan dengan perbuatan--bahwa kita memang legowo menerima kekalahan. Bukan hanya teori saja--meskipun catatan ini juga hanyalah teori.


dikutip dari halaman facebook Tere Liye

SHARE

Author

Hi, Saya galihakmal, salah satu penggemar dan penikmat karya-karya Bang Tere. ' Bagi Teman-teman yang tidak terbiasa berfacebook ria, saya sudah buatkan blog yang tulisannya dikutip dari karya Bang Tere yang diposting melalui akun Facebooknya.

  • Image
  • Image
  • Image
  • Image
  • Image
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 comments:

Post a Comment